Merujuk pada tugas yang telah di berikan mengenai
perlukah regulasi untuk mengatur citizen journalism dan e-comerce, sebelumnya
mari kita ketahui apakah pengertian kedua hal tersebut. Seperti yang kita
ketahui bahwa Citizen Journalism atau jurnalisme warga adalah istilah yang
dipakai untuk menjelaskan aktivitas pencarian, pemrosesan, sampai pada
penyajian berita kepada khalayak yang semuanya dilakukan oleh masyarakat awam
atau non wartawan. Berkembangnya jurnalisme warga membuat masyarakat mempunyai
banyak alternatif berita dan perspektif tentang sebuah hal atau informasi dari
berbagai pihak karena proses interaksi yang terjalin disini.
Perkembangan
Teknologi dan Peluang Citizen Journalism
Citizen journalism berkembang seiring dengan
berkembangnya teknologi komunikasi, media terutama internet. Karena setiap
orang kini bisa menulis dan menyampaikan tulisannya kepada khalayak dengan
mudah.
Aurelia dkk di Blogdetik (2008] mencatat, saat ini
di Indonesia citizen journalism berkembang dengan cukup baik. Hal ini dibuktikan
dengan banyaknya blog yang ada di Indonesia dan dibuat oleh masyarakat
Indonesia. Keberadaan blog tersebut telah menandakan citizen journalism
merupakan satu fenomena yang diminati dan akan terus berkembang dalam
masyarakat. Keterbukaan dalam hal pengaksesan ataupun penyampaian informasi
yang dimiliki oleh citizen journalism yang seiring dengan perkembangan
jurnalisme online yang terus meningkat, menyebabkan keberadaan citizen
journalism akan terus eksis.
Berkembangnya jurnalisme online di Indonesia saat
ini, dapat semakin menguatkan perkembangan citizen journalism. Dalam citizen
journalism, masyarakat dapat membahas hal-hal yang tengah ‘hangat’ dalam
masyarakat dalam segala aspek. Kini, minat masyarakat pada jurnalisme online
terus meningkat. Jurnalisme online telah menjadi prioritas bagi masyarakat
dalam mengakses informasi. Hal ini menyebabkan perkembangan dari citizen
journalism akan terus meningkat. Fungsi dari jurnalisme online tidak hanya
sebagai alat uintuk mendapat informasi, tetapi juga dapat sebagai pertukaran
informasi para penggunanya, dimana para penggunanya bersifat heterogen. Hal ini
dapat menjadi kekuatan dari citizen journalism.
Selain kekuatan yang dimiliki citizen journalism,
dimana citizen journalism memungkinkan masyarakat dapat bertukar informasi
mengenai suatu hal yang dapat membuat masyarakat semakin terbuka wawasannya,
citizen journalism juga memiliki kendala yang sulit dihindari yang otomatis
dapat menjadi tantangan bagi keberadaan citizen journalism ke depan.
Sifat citizen journalism yang memungkinkan semua
pengakses internet dapat memasukkan informasi yang ia miliki melalui internet,
dapat menyebabkan keadaan semacam ’penyalahgunaan wewenang’ oleh pengakses.
Tidak adanya batasan yang jelas mengenai apa yang boleh dan tidak boleh
dimasukkan dalam internet telah membuat situs dan blog memuat informasi yang
tidak seharusnya. Contoh: Blog yang menjelek-jelekkan pihak/lembaga tertentu.
Selain tidak adanya batas yang jelas, hal lain yang
dapat menjadi tantangan dalam citizen journalism adalah masyarakat atau
orang-orang yang memasukkan informasi melalui internet tidak harus melalui
pendidikan jurnalisme terlebih dahulu. Dalam citizen journalism, semua orang
dapat menjadi wartawan. Oleh sebab itu, terkadang berita yang dimuat terkadang
tidak sesuai dengan aturan penulisan berita atau etika jurnalisme yang ada.
Etika Citizen
Journalism
Blogger senior dan praktisi komunikasi Wimar
Witoelar pernah mengungkapkan, blog boleh dibilang bersifat komunal. Di dunia
blog, transparansi dan akuntabilitas menjadi kata kunci. Seorang penulis blog
tidak lagi dianggap yang paling tahu. Pendapat-pendapatnya bisa dikritisi oleh
siapa pun lantaran sifat blog yang transparan. Inilah paradigma baru dari blog.
Melalui blog akan tercipta citizen journalism, di mana setiap orang bebas
berpendapat.
Karena itu, menjadi citizen journalist juga ada
etikanya. Etika citizen journalism kurang lebih sama dengan etika menulis di
media online. Di antaranya sebagai berikut:
-
Tidak
menyebarkan berita bohong
-
Tidak mencemarkan
nama baik
-
Tidak memicu
konflik SARA
-
Tidak memuat
konten pornografi
-
Dll
Di era Reformasi kebebasan pers benar-benar dijamin
dan senantiasa diperjuangkan untuk diwujudkan. Namun sejauh ini jika di lihat
demokrasi dalam kegiatan jurnalisme belum bisa dikatakan tercapai, ini dapat
dilihat dari konstitusi Indonesia yang tidak menjamin tegas kebebasan
jurnalistik. Belum lagi aturan-aturan yang bersumber dalam kelembagaan media
itu sendiri, Ada faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan Media Massa dalam proses
peliputan hingga penyajian berita, seperti yang dipaparkan oleh Reese dan
Shomaker dalam Lingkaran donat yang mereka buat. Faktor-faktor tersebut antara
lain faktor ideologi media, ekstra media, organisasi media, rutinitas media dan
faktor individu media.
Tentu saja hal-hal ini mengikat seorang wartawan
yang bernaung dalam sebuah lembaga media, Ia harus mengikuti aturan main yang
ditetapkan di tempat ia bekerja, yang akhirnya berdampak dalam kebebasannya
untuk menyajikan suatu berita kepada publik. Unsur kapitalisme dan politik pun
tidak bisa di hindari. Informasi yang bebas dari campur tangan pihak lain pun
tidak bisa disajikan, disinilah citizen Journalisme berperan, citizen
journalism yang merupakan corong jurnalisme online, yang bisa diakses melalui
internet oleh siapa saja, dimana saja dan kapan saja bisa menjadi model
ekspresi yang sangat kuat dan alat baru untuk mengimbangi pemerintah dan
industri atau pihak-pihak besar lainnya yang berperan dalam mempengaruhi media
(Leslie:1)
Citizen journalism, menawarkan banyak hal yang
membawa keuntungan bagi masyarakat, gempa dan tsunami yang baru-baru saja
terjadi di jepang serta tsunami Aceh pada 2004 lalu menjadi salah satu bukti
kecepatan informasi yang disediakan oleh jurnalisme online melalui citizen journalism.
Hal ini membenarkan keterbukaan ruang publik yang disediakan oleh media kepada
masyarakat untuk berperan aktif menyajikan, mengirimkan video dan gambar
langsung dari tempat kejadian sehingga dengan cepat dapat diketahui oleh publik
secara luas. kelebihan citizen journalism salah satunya adalah kecepatan
menerima informasi. kecepatan informasi dari publik bisa membantu instansi
berita menerima dan mengolah informasi.
Namun karena berita-berita yang bersumber dari warga
ini bersifat bebas, maka kebenaran dari informasi tersebut tidak bisa di
percaya karena tidak adanya verifikasi data atau tidak di landasi dengan
kaidah-kaidah jurnalistik yang lainnya, dalam citizen journalism sebuah isu
yang belum pasti kebenarannya sudah bisa di jadikan berita sehingga seringkali
keabsahan berita dari citizen journalism dianggap lemah sebagai jurnalisme yang
berkualitas. Hal ini terjadi karena bisa menimbulkan disinformasi bagi publik
secara luas jika berita yang disampaikan ternyata tidak terbukti kebenarannya.
Tentu ini bisa dimaklumi karena ketidaktahuan mengenai etika-etika dalam
berjurnalistik, tidak semua orang yang berperan dalam citizen journalism
mengerti bagaimana proses sebuah informasi atau isu bisa berubah menjadi sebuah
berita dan menjadi layak untuk disampaikan kepada publik.
Untuk itu perlu adanya langkah-langkah yang
dilakukan untuk menghindari terjadinya diisinformasi yang ditimbulkan karena
adanya pemberitaan yang salah oleh si pelaku citizen Journalism, ini bisa
dilakukan dengan mematuhi prinsip-prinsip yang telah di tetapkan dalam
kaidah-kaidah jurnalistik seperti memiliki kemampuan menulis yang baik dalam
artian menghindari kesalahan dalam penulisan kalimat, dan mengikuti EYD yang di
tetapkan, mempertahankan akurasi, harus mempertahankan kelengkapan data dari
informasi atau berita yang ingin disajikan, kepastian akan kebenaran berita
harus di tinjau kembali, menghindari subyektivitas dalam penyajian berita,
harus mempunyai kepekaan dan kekritisan dalam menanggapi suatu isu ,
dasar-dasar jurnalisme seperti struktur atau anatomi berita, elemen berita,
nilai berita sebaiknya harus di kuasai dengan baik, selain itu mengikuti
standar yang telah di tetapkan oleh jurnalisme online itu sendiri misalnya
dalam jumlah paragraf, kejelasan informasi, dan unsur kemenarikan tetap perlu
untuk menjadi perhatian.
Dengan begitu walaupun Citizen Journalism mengusung
kebebasan dalam penyampaian berita, kebebasan tersebut haruslah bertanggung
jawab, memang dalam Citizen Journalism tidak ada aturan yang mengatur dan
menentukan harus seperti apa seseorang membuat sebuah berita atau menyajikan
informasi, disini semua orang berhak untuk menyampaikan suara dan pendapat yang
menjadi aspirasinya dalam menanggapi sebuah permasalahan, isu, atau peristiwa
yang sedang terjadi, namun penyalahgunaan hak berkespresi sebaiknya harus di
hindari, sehungga penciptaan Citizen Journalism sebagai media demokrasi yang
baik, jujur dan benar dapat tercapai.
E-COMMERCE
Pengertian E-Commerce atau definisi e-commerce
adalah kegiatan komersial dengan penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran
barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www,
atau jaringan komputer lainnya. E-commerce dapat melibatkan transfer dana
elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis,
dan sistem pengumpulan data otomatis. semakin pesatnya perkembangan teknologi
informasi baik dalam segi efisiensi serta keamanannya, sehingga memunculkan
ide-ide gagasan untuk menjadikan teknologi informasi itu sebagai media untuk melakukan
pemasaran, promosi, bahkan transakasi data yang dianggap bisa lebih effisien
dan mempermudah transaksi jual-beli.
Kegiatan e-commerce ini sebagai aplikasi dan
penerapan dari e-bisnis (e-business) yang berkaitan dengan transaksi komersial,
seperti: transfer dana secara elektronik, SCM (supply chain management),
e-pemasaran (e-marketing), atau pemasaran online (online marketing), pemrosesan
transaksi online (online transaction processing), pertukaran data elektronik
(electronic data interchange /EDI), dll.
E-commerce merupakan bagian dari e-business, di mana
cakupan e-business lebih luas, tidak hanya sekedar perniagaan tetapi mencakup
juga pengkolaborasian mitra bisnis, pelayanan nasabah, dll.
Selain teknologi jaringan www, e-commerce juga
memerlukan teknologi basisdata atau pangkalan data (databases), e-surat atau
surat elektronik (e-mail), dan bentuk teknologi non komputer yang lain seperti
halnya sistem pengiriman barang, dan alat pembayaran untuk e-commerce ini.
SEJARAH SINGKAT
PERKEMBANGAN E-COMMERCE
Kemunculan E-commerce pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1994 pada saat pertama kali banner-elektronik dipakai untuk tujuan
promosi dan periklanan di suatu halaman website. Menurut Riset Forrester,
perdagangan elektronik menghasilkan penjualan seharga AS$12,2 milyar pada 2003.
Menurut laporan yang lain pada bulan oktober 2006 yang lalu, pendapatan ritel
online yang bersifat non-travel di Amerika Serikat diramalkan akan mencapai
seperempat trilyun dolar US pada tahun 2011.
KEUNTUNGAN
E-COMMERCE
Berikut adalah beberapa keunggulan e-commerce :
1. tidak mengenal adanya batasan tempat karena
transaksi bisa terjadi walaupun konsumen dan penjual berada di tempat
yangberlainan
2. mengefisiensikan waktu karena tidak mengenal
batasan atau setiap transaksi e-commerce bisa dilakukan selama 24 jam.
3. Lebih sedikitnya pegawai yang dibutuhkan untuk
melakukan transaksi sehingga dapat mengikis anggaran pengeluaran perusahaan
penjual.
KELEMAHAN
E-COMMERCE
Berkut merupakan kekurangan dari penerapan
e-commerce :
1. sering terjadinya penipuan seperti fiktif credit
card, atau terkadang penipuan penjual terhadap pelanggan karena hukum yang
mengatur tentang e-commerce masih belum terlalu berkembang.
2. Konsumen tidak dapat melihat langsung kondisi
barang yang akan dibeli
3. Mempersempit lapangan pekerjaan karena industri
e-commerce tidak membutuhkan banyak pegawai untuk melayani transaksi.
APLIKASI
PENDUKUNG E-COMMERCE
1. E-mail dan Messaging
2. Content Management Systems
3. Dokumen, spreadsheet, database
4. Akunting dan sistem keuangan
5. Informasi pengiriman dan pemesanan
6. Pelaporan informasi dari klien dan enterprise
7. Sistem pembayaran domestik dan internasional
8. Newsgroup
9. On-line Shopping
10. Conferencing
11. Online Banking
UU ITE
Mengenai keterkaitan dua hal tersebut dengan UU ITE
tahun 2008 menurut analisis saya adalah, UU ITE dipersepsikan sebagai cyberlaw
di Indonesia, yang diharapkan bisa mengatur segala urusan dunia Internet
(siber), termasuk didalamnya memberi punishment terhadap pelaku cybercrime
Di berbagai literatur, cybercrime dideteksi dari dua
sudut pandang:
1.
Kejahatan yang
Menggunakan Teknologi Informasi Sebagai Fasilitas: Pembajakan, Pornografi,
Pemalsuan/Pencurian Kartu Kredit, Penipuan Lewat Email (Fraud), Email Spam,
Perjudian Online, Pencurian Account Internet, Terorisme, Isu Sara, Situs Yang
Menyesatkan, dsb.
2.
Kejahatan yang
Menjadikan Sistem Teknologi Informasi
Sebagai Sasaran: Pencurian Data Pribadi, Pembuatan/Penyebaran Virus
Komputer, Pembobolan/Pembajakan Situs, Cyberwar, Denial of Service (DOS),
Kejahatan Berhubungan Dengan Nama Domain, dsb.
Cybercrime menjadi isu yang menarik dan kadang
menyulitkan karena:
1.
Kegiatan dunia
cyber tidak dibatasi oleh teritorial Negara
2.
Kegiatan dunia
cyber relatif tidak berwujud
3.
Sulitnya
pembuktian karena data elektronik relatif mudah untuk diubah, disadap,
dipalsukan dan dikirimkan ke seluruh belahan dunia dalam hitungan detik
4.
Pelanggaran hak
cipta dimungkinkan secara teknologi
5.
Sudah tidak
memungkinkan lagi menggunakan hukum konvensional. Analogi masalahnya adalah
mirip dengan kekagetan hukum konvensional dan aparat ketika awal mula terjadi
pencurian listrik. Barang bukti yang dicuripun tidak memungkinkan dibawah ke
ruang sidang. Demikian dengan apabila ada kejahatan dunia maya, pencurian
bandwidth, dsb
Contoh gampangnya rumitnya cybercrime dan cyberlaw:
1.
Seorang warga
negara Indonesia yang berada di Australia melakukan cracking sebuah server web
yang berada di Amerika, yang ternyata pemilik server adalah orang China dan
tinggal di China. Hukum mana yang dipakai untuk mengadili si pelaku?
2.
Seorang
mahasiswa Indonesia di Jepang, mengembangkan aplikasi tukar menukar file dan
data elektronik secara online. Seseorang tanpa identitas meletakkan software
bajakan dan video porno di server dimana aplikasi di install. Siapa yang
bersalah? Dan siapa yang harus diadili?
3.
Seorang
mahasiswa Indonesia di Jepang, meng-crack account dan password seluruh
professor di sebuah fakultas. Menyimpannya dalam sebuah direktori publik,
mengganti kepemilikan direktori dan file menjadi milik orang lain. Darimana
polisi harus bergerak?
cyberlaw adalah kebutuhan kita bersama.
Cyberlaw akan menyelamatkan kepentingan nasional, pebisnis Internet, para
akademisi dan masyarakat secara umum, sehingga harus kita dukung. Nah
masalahnya adalah apakah UU ITE ini sudah mewakili alias layak untuk disebut
sebagai sebuah cyberlaw? Kita analisa dulu sebenarnya apa isi UU ITE itu.
MUATAN UU ITE
Secara umum, bisa kita simpulkan bahwa
UU ITE boleh disebut sebuah cyberlaw karena muatan dan cakupannya luas membahas
pengaturan di dunia maya, meskipun di beberapa sisi ada yang belum terlalu
lugas dan juga ada yang sedikit terlewat. Muatan UU ITE kalau saya rangkumkan
adalah sebagai berikut:
1.
Tanda tangan
elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional
(tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines
(pengakuan tanda tangan digital lintas batas)
2.
Alat bukti
elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP
3.
UU ITE berlaku
untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah
Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia
4.
Pengaturan Nama
domain dan Hak Kekayaan Intelektual
5.
Perbuatan yang
dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
-
Pasal 27
(Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
-
Pasal 28 (Berita
Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
-
Pasal 29
(Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
-
Pasal 30 (Akses
Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
-
Pasal 31
(Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
-
Pasal 32
(Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
-
Pasal 33
(Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
-
Pasal 35
(Menjadikan Seolah Dokumen Otentik(phising?))
-
YANG TERLEWAT
DAN PERLU PERSIAPAN DARI UU ITE
Beberapa yang masih terlewat, kurang lugas dan perlu
didetailkan dengan peraturan dalam tingkat lebih rendah dari UU ITE (Peraturan
Menteri, dsb) adalah masalah:
1.
Spamming, baik
untuk email spamming maupun masalah penjualan data pribadi oleh perbankan,
asuransi, dsb
2.
Virus dan worm
komputer (masih implisit di Pasal 33), terutama untuk pengembangan dan
penyebarannya
3.
Kemudian juga
tentang kesiapan aparat dalam implementasi UU ITE. Amerika, China dan Singapore
melengkapi implementasi cyberlaw dengan kesiapan aparat. Child Pornography di
Amerika bahkan diberantas dengan memberi jebakan ke para pedofili dan
pengembang situs porno anak-anak
4.
Terakhir ada
yang cukup mengganggu, yaitu pada bagian penjelasan UU ITE kok persis plek
alias copy paste dari bab I buku karya Prof. Dr. Ahmad Ramli, SH, MH berjudul
Cyberlaw dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia. Kalaupun pak Ahmad Ramli ikut
menjadi staf ahli penyusun UU ITE tersebut, seharusnya janganlah terus langsung
copy paste buku bab 1 untuk bagian Penjelasan UU ITE, karena nanti yang tanda
tangan adalah Presiden Republik Indonesia. Mudah-mudahan yang terakhir ini bisa
direvisi dengan cepat.
UU ITE adalah cyberlaw-nya Indonesia,
kedudukannya sangat penting untuk mendukung lancarnya kegiatan para pebisnis
Internet, melindungi akademisi, masyarakat dan mengangkat citra Indonesia di
level internasional. Cakupan UU ITE luas (bahkan terlalu luas), mungkin perlu
peraturan di bawah UU ITE yang mengatur hal-hal lebih mendetail (peraturan
mentri, dsb). UU ITE masih perlu perbaikan, ditingkatkan kelugasannya sehingga
tidak ada pasal karet yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan yang tidak
produktif
Karena
Undang-undang no 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (UU
ITE) ini juga lah Prita Mulyasari terpidana. peristiwa yang cukup menyita
perhatian masyarakat baik dari golongan ekonomi menengah kebawah hingga ekonomi
menengah keatas yaitu kasus yang membelit seorang ibu yang bernama PRITA
MULYASARI ,peristiwa yang terjadi pada 3 juni 2009 hingga akhir desember 2009
lalu mengenai keluhan prita sebagai pasien pada RS.OMNI INTERNASIONAL melalui
surat elektronik(email) kepada sahabatnya pada bulan agustus 2008 ini ternyata
mendapat tuntutan baik perdata maupun pidana dari pihak rs.omni internasional
kepengadilan negeri tangerang,banten. Kepolisian mengenakan Pasal 310 dan Pasal
311 dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencemaran nama baik
kepada Prita namun saat kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati)
Banten, dakwaannya ditambahkan dengan Pasal 27 Undang-undang tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.
Kasus penahanan yang menimpa Prita
Mulyasari memunculkan gelombang protes serta dukungan dari para blogger,
praktisi teknologi informasi, hukum, hingga para politisi, dan pejabat negara.
Sampai tanggal 5 Juni 2009 dukungan terhadap Prita di Facebook hampir mencapai
150 ribu anggota, begitu pula dukungan melalui blog yang disampaikan para
blogger terus bertambah setiap harinya. beberapa
kalangan menilai Prita tidak layak ditahan serta hanya menjadi korban
penyalahgunaan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, tak kurang
pula Megawati Soekarnoputri ikut menilai Prita merupakan korban neoliberalisme.
Besarnya dukungan serta simpatisan atas
kasus ini membuat Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, meminta
penjelasan dari Kapolri dan Jaksa Agung, serta meminta seluruh jajaran penegak
hukum untuk memperhatikan rasa keadilan dalam masyarakat dalam menjalankan
tugas.
Jika dikaitkan dengan aspek norma, kasus
ini cukup memprihatinkan. Kasus tersebut bermula saat Prita Mulyasari
memeriksakan kesehatannya di RS Internasional Omni atas keluhan demam, sakit
kepala, mual disertai muntah, kesulitan BAB, sakit tenggorokan, hingga
hilangnya nafsu makan. Oleh dokter rumah sakit, dr.Hengky Gosal SpPD dan
dr.Grace Herza Yarlen Nela, Prita didiagnosis menderita demam berdarah, atau
tifus. Setelah dirawat selama empat hari disertai serangkaian pemeriksaan serta
perawatan, gejala awal yang dikeluhkan berkurang namun ditemukan sejenis virus
yang menyebabkan pembengkakan pada leher.Selama masa perawatan Prita
mengeluhkan minimnya penjelasan yang diberikan oleh dokter atas jenis-jenis
terapi medis yang diberikan, disamping kondisi kesehatan yang semakin memburuk
yang diduga akibat kesalahan dalam pemeriksaan hasil laboratorium awal
menyebabkan kekeliruan diagnosis oleh dokter pemeriksa. Disebabkan karena
pengaduan serta permintaan tertulis untuk mendapatkan rekam medis serta hasil
laboratorium awal yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak rumah sakit Prita
kemudian menulis email tentang tanggapan serta keluhan atas perlakuan yang
diterimanya ke sebuah milis.Email tersebut kemudian menyebar luas sehingga
membuat pihak rumah sakit merasa harus membuat bantahan atas tuduhan yang
dilontarkan oleh Prita ke media cetak serta mengajukan gugatan hukum baik
secara perdata maupun pidana dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Kaitan Kasus
Prita Mulyasari dengan UU No. 11 Tahun 2008
Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sudah diterapkan, dan kembali memakan
'korban'. Kali ini terjadi pada seorang ibu rumah tangga bernama Prita
Mulyasari, mantan pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang.
Saat dirawat Prita Mulyasari tidak mendapatkan kesembuhan, malah penyakitnya
bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan yang pasti
mengenai penyakit serta rekam medis yang diperlukan pasien. Kemudian Prita
Mulyasari Vila - warga Melati Mas Residence Serpong ini - mengeluhkan pelayanan
rumah sakit tersebut lewat surat elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai
mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional
berang dan marah, dan merasa dicemarkan.
Lalu RS Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana.
Sebelumnya Prita Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan perdata.
Saat ini Kejaksaan Negeri Tangerang telah menahan Prita Mulyasari di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal
pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE).
Banyak pihak yang menyayangkan penahanan Prita
Mulyasari yang dijerat pasal 27 ayat 3 Undang-Undang nomor 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), karena akan mengancam
kebebasan berekspresi. Pasal ini menyebutkan :
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Beberapa aliansi menilai : bahwa rumusan pasal
tersebut sangatlah lentur dan bersifat keranjang sampah dan multi intrepretasi.
Rumusan tersebut tidak hanya menjangkau pembuat muatan tetapi juga penyebar dan
para moderator milis, maupun individu yang melakukan forward ke alamat
tertentu. Kasus ini juga akan membawa dampak buruk dan membuat masyarakat takut
menyampaikan pendapat atau komentarnya di ranah dunia maya. Pasal 27 ayat 3 ini yang juga sering disebut
pasal karet, memiliki sanksi denda hingga Rp. 1 miliar dan penjara hingga enam
tahun.
Jika dikaitkan dengan norma, UU ITE harus direvisi,
setidaknya tidak boleh dipakai sebagai rujukan hingga nanti terbit PP dan
Permen/Kepmen Kominfo yang menjadi turunan hukumnya. Menjadi pelajaran untuk
kita semua bahwa perlunya kehati-hatian kita saat menulis keluhan di media
internet (atau media lainnya) karena celah pada UU ITE bisa dimanfaatkan para
pihak yang merasa meradang dengan apa yang kita tulis, gunakan bahasa yang baik
dan tidak terkesan menuduh pihak yang sedang kita bahas.
Kasus Prita ini seharusnya kita jadikan pelajaran
untuk melakukan intropeksi diri guna memperbaiki sistem hukum dan Undang-undang
yang banyak menimbulkan perdebatan dan pertentangan. Selain itu seharusnya
pihak membuat undang-undang hendaknya lebih jelas dan lebih teliti dalam
memberikan sanksi sesuai dengan aturan dalam UU yang berlaku. Hukum yang telah
ada memeng kadang kurang bisa terima dengan baik dan menimbulkan perdebatan di
berbagai kalangan. Bayangkan saja ketika kasus tersebut menimpa rakyat miskin.
Sedangkan jika dibandingkan dengan kasus korupsi yang terjadi di Negara kita,
hal itu kurang sepadan dan seolah hukum menjadi kurang adil untuk kita.
Beberapa referensi :